PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA


PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA
A.      Sejarah Terbentuknya Pemerintah Kolonial Belanda
 http://www.creamyashodara.com/?ref=zheerly
Dengan dibubarkannya VOC, maka mulai terjadi perubahan politik pemerintahan di Indonesia. Kepulauan Indonesia yang dikuasai VOC, berganti diperintah dan dijajah oleh pemerintah Belanda (Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai pemerintah Belanda. Hutang VOC juga menjadi tanggungan negeri Belanda. Dengan demikian sejak tanggal 1 Januari 1800 Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia disebut Hindia Belanda dan berlangsunglah masa kolonialisme. Untuk menjalankan pemerintahan kolonial di Indonesia diangkatlah seorang gubernur jenderal..

B.     Politik Kolonial Masa Trasisi
1.     Masa Peralihan (1799-1807)
Dalam rentang waktu 1799-1807, di Indonesia terjadi masa peralihan. Pada masa ini Indonesia dikuasai oleh Republik Bataf (Bataafsche Republiek). Dalam waktu yang bersamaan, Belanda terlibat perang melawan Perancis. Dalam sebuah pertempuran hebat tahun 1807, Belanda dikalahkan oleh Perancis. Sebagai akibatnya, Republik Baataf dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan digantikan dengan bentuk Kerajaan Belanda (Koninkrijk Holland) dengan rajanya Lodewijk Bonaparte atau Louis Bonaparte (adik Napoleon Bonaparte). 
Begitu juga dengan daerah jajahannya di Hindia Belanda (Indonesia) mengalami perubahan sistem pemerintahan. Sebagai wakilnya di Indonesia, penguasa kerajaan Belanda, mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jendral.

2.     Masa  Pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811)
Daendels tiba di Indonesia pada tanggal 1 Januari 1808. Sebagai Gubernur Jendral di Indonesia atas nama Perancis, Daendels mempunyai tugas utama, yakni mempertahankan Indonesia agar tidak dikuasai oleh Inggris, yang sewaktu-waktu dapat menyerang dari India.
Selama mengemban tugas tersebut, Daendels mengeluarkan beberapa kebijakan yang berlaku bagi rakyat Indonesia terutama di Jawa. Kebijakan tersebut diantaranya :
·         Membuat angkatan perang yang orang-orangnya terdiri dari orang Indonesia. Berhubungan dengan masalah pertahanan didirikan tangsi-tangsi dan benteng-benteng, pabrik mesiu, dan rumah sakit tentara. Kemudian pada pertahanan laut dibuat kapal-kapal perang kecil sebanyak 40 buah.
·         Mengerahkan massa secara paksa untuk membuat jalan antara Anyer sampai Panarukan sepanjang 1000 km.
·         Meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di ‘pasaran dunia.
·         Rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya.
·         Mengeluarkan aturan Preager Stelsel, yaitu suatu sistem yang mengharuskan menanam kopi bagi rakyat yang berada di daerah Priangan.
·         Mengeluarkan aturan pajak dalam bentuk barang.
·         Menjual tanah-tanah partikelir kepada orang Belanda, Tionghoa dan Arab. Demi untuk mengumpulkan uang.
Daendels memerintah dengan keras dan kejam, sehingga menimbulkan reaksi dari rakyat. Salah satunya, perlawanan dari rakyat Sumedang dibawah pimpinan Pangeran Kornel atau Pangeran Surianegara Kusumaddinata (1791-1828), seorang bupati Sumedang. Perlawanan karena rakyat dipaksa bekerja dengan perlengkapan sederhana untuk membuat jalan melalui bukit yang penuh batu cadas. Daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama Cadas Pangeran.
Dengan kalangan istana, pemerintahan Daendels juga mengalami pertentangan, seperti dengan Raja Banten sehingga Raja ditangkap dan dibuang ke Ambon. Mangkubumi yang juga dianggap menghalangi rencana Daendels dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut. Dan Sultan Hamengkubuwono yang di pecat dari kerajaannya di Ngayogyakarta dan kemudian digantikan oleh Sultan Sepuh.
Setelah Perancis menyadari bahwa Inggris tidak mampu dikalahkan, maka Napoleon Bonaparte memanggil Daendels untuk diikutsertakan dalam penyerbuan ke Rusia pada Perang Koalisi VI. Disamping itu Nampoleon Bonaparte menganggap Daendels terlalu bersifat otokrasi. Hal itu dikhawatirkan, Inggris akan mudah menguasai Indonesia. Sehingga dikirimlah peggantinya Janssens.

3.     Pemerintahan Jan William Janssen (1811)
Jan Willem Janssen mulai menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jawa tahun 1811. Ia kemudian memperbaiki keadaan yang ditinggalkan oleh Daendels. Namun Daerah Kepulauan Maluku sudah berhasil direbut oleh Inggris. Bahkan secara de facto daerah kekuasaan Hindia Belanda di masa Janssen itu tinggal daerah-daerah tertentu, misaInya Jawa, Makasar, dan Palembang.
Tiga bulan setelah Hindia Belanda dipegang oleh Janssens, puluhan kapal Inggris berlabuh di Batavia. Perang secara terbuka antara Belanda dengan Inggris meletus pada tanggal 26 Agustus 1811. Inggris berhasil merebut Batavia dan Belanda mundur ke Semarang. Akhirnya, Pada tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah Inggris di Salatiga. Dokumen penyerahan itu dikenal dengan Perjanjian Tuntang.

4.     Thomas Stamford Raffles (1811-1816)
Thomas Stamford Raffles adalah seorang Letnan Gubernur Jenderal untuk Indonesia yang ditunjuk oleh Inggris setelah adanya perjanjian Tuntang. Raffles menjalankan pemerintahannya berdasarkan teori leberalisme seperti yang diterapkan Inggris di India, dengan rencana sebagai berikut:
·         Kerja paksa akan dihapus kecuali daerah Priangan dan Jawa Tengah
·         Sistem Contingenten (penyerahan hasilbumi dari daerah jajahan) diganti dengan Landrente Stelsel (sistem pajak bumi) dengan rincian sebagai berikut:
a.       Petani membayar sewa tanah tergantung kepada baik buruknya keadaan tanah
b.      Pajak bumi harus dibayar dengan uang atau beras,
c.       Yang bukan petani dikenakan uang kepala, yaitu pembayaran pajak.
·         Monopoli, pelayaran Hongi, dan segala pemaksaan di Maluku dihapuskan
·         Perbudakan dilarang
Dalam bidang pemerintahan, Raffles berusaha menata dengan menerapkan sistem baru, yaitu:
·         Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan,
·         Kekuasaan para raja dikurangi dan para bupati diagkat jadi pegawai negeri
·         Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan.
Disamping kebijakan yang telah disebutkan, Raffles juga membangun gedung Harmoni di jalan Majapahit Jakarta untuk lembaga pengetahuan yang berdiri sejak tahun 1778 yang bernama Bataviaasch Genootschap.
Pada tanggal 13 Agustus 1814, di Eropa ditandatangani Perjanjian London oleh Inggris dan Belanda yang isinya Belanda memperoleh kembali sebagian besar daerah koloninya, termasuk Indonesia. Belanda kemudian membentuk Komisaris Jenderal yang akan melaksanakan kembali kekuasaan di Indonesia yaitu : Flout, Buyskess dan Van Der Capellen. Dengan tugas utama : menormalisasikan keadaan lama (Inggris) ke alam baru (Belanda) dengan masa peralihan dari tahun 1816-1819, untuk selanjutnya yang menjadi gubernur jendral adalah Van Der Capellen (1816-1824).

C.      Politik Kolonial Konservativ: Sistem Tanam Paksa
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah hampir bangkrut setelah terlibat perang Perang Diponegoro 1825-1830 dan Perang Paderi di Sumatera Barat 1821-1837, ongkos imperialisme Belanda secara semena-mena diletakkan di atas pundak Jawa-Madura melalui Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa antara 1830-1870. Gubernur Jendral Johannes Van den Bosch adalah pelaksana sistem Tanam Paksa dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan yang besar.
           Van den Bosch mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
            Sistem tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.
           Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia.
            Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut. Untuk mendorong keberhasilan sistem ini para kepala desa mendapatkan komisi dari hasil tanam paksa ini. Sistem ini tidak diberlakukan pada desa-desa perdikan (desa bebas pajak) karena kewajiban khusus dari kekuasaan feodal seperti mengurus makam dan memelihara pesantren.
           Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850. Setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya sistem tanam paksa dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.

E.   Politik Kolonial Liberal : Ekonomi Swasta
Periode sejarah Indonesia 1870-1900 sering disebut sebagai masa liberalimse. Pada tahun 1870 dikeluarkan Undang-Undang Agraria, yang bertujuan untuk melindungi petani-petani Indonesia terhadap kehilangan hak milik atas tanah mereka terhadap orang asing. Sejak tahun ini industri-industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Terdapat perbedaan antara tanam paksa dengan industri-industri perkebunan swasta pada masa liberal yaitu bahwa dalam masa industri perkebunan liberal rakyat Indonesia bebas dalam menggunakan tenaganya dan tanahnya, sedang dalam tanam paksa kedua alat produksi itu dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah. Seiring berkembangnya dunia pertumbuhan industri Indonesia juga berkembang dengan adanya terussan Suez pada tahun 1869 yasng memperpendek jarak antara Eropa dengan Asia.
Zaman liberal mengakibatkan ekonomi uang masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama Jawa. Penduduk pribumi mulai menyewakan tanahnya kepada perusahaan-perusahaan swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan-perkebunan besar. Masuknya pengaruh ekonomi Barat juga melalui impor barang-barang dari negeri Belanda. Hilangnya matapencaharian penduduk di sector tradisional mendorong lebih jauh pengaruh system ekonomi uang, karena memaksa penduduk untuk mencari pekerjaan pada perkebunan-perkebunan besar milik orang Belanda atau orang Eropa lainnya. Lapangan kerja baru yang tumbuh seiring dengan berkembangnya industri-industri perkebunan besar di Indonesia adalah perdagangan perantara.

Komentar

Muttaqin mengatakan…
Artikel yangmenarik, hanya saja blognya jarang update artikel.
Muttaqin mengatakan…
Arikel yang menarik, hanya saja kurang update artikel...
Amrin Madolan mengatakan…
Artikel ini sangat bermanfaat untuk para siswa yang sedang mencari informasi tentang Sistim Pemerintahan Kolonial Belanda
Amrin Madolan mengatakan…
Postingan yang sangat bermanfaat untuk para siswa untuk mengetahui Sistim pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia
anzhe leliana mengatakan…
Terimakasih sarannya, nanti artikelnya pasti akan lebih saya tingkatkan,,,

Postingan populer dari blog ini

AL-QOWAIDUL KHAMSAH

SUMBER HUKUM ISLAM YANG MUTTAFAQ DAN MUKHTALAF

JINAYAH DAN HIKMAHNYA