Pengertian Qira'ah dan Pembagiannya
v
Pengertian
Qira’ah
Secara etimologi, lafal qira’ah ( قراءة ) merupakan
bentuk masdar dari (قرأ) yang artinya bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai
pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini.
Menurut Al-Dimyathi sebagaimana
dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli bahwasanya qira’ah adalah: “Suatu ilmu
untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang disepakati
maupun yang diikhtilapkan oleh para ahli qira’ah, seperti hazf (membuang huruf),
isbat (menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal (menggantiukan huruf
atau lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat melalui indra pendengaran.”
Menurut Ibnu al-Jazari, Qira’at adalah
pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan
perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya
Perbedaan cara pendefenisian di atas
sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama, yaitu bahwa ada beberapa cara
melafalkan Al-Qur’an walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu
Muhammad.
Dari definisi-definisi di atas,
tampak bahwa qira’at al-Qur’an yaitu cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an
sebagaimana di ucapkan Nabi atau para sahabat di hadapan Nabi lalu beliau mentaqrirkannya.
Qira’at al-Qur’an diperoleh berdasarkan periwayatan Nabi SAW, baik secara
fi’liyah maupun taqririyah. Qira’at al-Qur’an tersebut adakalanya memiliki satu
versi qira’at dan adakalanya memiliki beberapa versi.
v
Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
Mengenai hal ini, terjadi perbedaan
dari para ulama tentang apa sebenarnya yang menyebabkan perbedaan tersebut.
Berikut pendapat para ulama:
1.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa perbedaan Qira’at al-Qur’an disebabkan karena perbedaan
qira’at Nabi SAW, artinya dalam menyampaikan dan mengajarkan al-Qur’an, beliau
membacakannya dalam berbagai versi qira’at. Contoh: Nabi pernah membaca ayat 76
surat ar-Rahman dengan qira’at yang berbeda. Ayat tersebut berbunyi:
مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَ عَبْقَرِيٍّ حِسَاٍن
Lafadz ( رَفْرَفٍ ) juga pernah dibaca Nabi dengan lafadz ( رَفَارَفٍ ), demikian pula dengan lafadz ( عَبْقَرِيٍّ ) pernah dibaca ( عَبَاقَرِيٍّ ), sehingga
menjadi:
مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَعَبَاقَرِيٍّ حِسَانٍ
مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَعَبَاقَرِيٍّ حِسَانٍ
2.
Pendapat
lain mengatakan: Perbedaan pendapat disebabkan adanya taqrir Nabi terhadap
berbagai qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin pada saat itu. contoh: ( حَتَّى حِيْنَ ) dibaca ( حَتَّى عِيْنَ ), atau ( تَعْلَمْ ) dibaca ( تِعْلَمْ ).
3.
Suatu
pendapat mengatakan, perbedaan qira’at disebabkan karena perbedaannya qira’at
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi melalui perantaraan Malaikat jibril.
4.
Jumhur
ulama ahli qira’at berpendapat perbedaan qira’at disebabkan adanya riwayat para
sahabat Nabi SAW menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
5.
Sebagian
ulama berpendapat, perbedaan qira’at disebabkan adanya perbedaan dialek bahasa
di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya al-Qur’an.
6.
Perbedaan
qira’at merupakan hasil ijtihad atau rekayasa para imam qira’at. Bayhaqi
menjelaskan bahwa mengikuti orang-orang sebelum kita dalam hal-hal qira’at
merupakan sunnah, tidak boleh menyalahi mushaf dan tidak pula menyalahi qira’at
yang mashur meskipun tidak berlaku dalam bahasa arab.
v Tingkatan Qira’at
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa qira’at bukanlah merupakan
hasil ijtihad para ulama, karena ia bersumber dari Nabi SAW. Namun untuk
membedakan mana qira’at yang berasal dari Nabi SAW dan mana yang bukan, maka
para ulama menetapkan pedoman atau persyaratan tertentu. Ada 3 persyaratan bagi
qira’at al-Qur’an untuk dapat digolongkan sebagai qira’at shahih, yaitu:
1.
صحة السند , harus
memiliki sanad yang shahih
2.
مطابقة الرسم , harus sesuai dengan rasm mushaf salah satu
mushaf Utsmani
3.
موافقة العربية, harus sesuai dengan kaidah Bahasa Arab.
Jika salah satu dari persyaratan ini tidak terpenuhi, maka qira’at itu
dinamakan qira’at yang lemah, syadz atau bathil.
Berdasarkan kuantitas sanad dalam periwayatan qira’at tersebut dari Nabi
SAW, maka para ulama mengklasifikasikan qira’at al-Qur’an kepada beberapa macam
tingkatan. Sebagian ulama membagi qira’at kepada 6 macam tingkatan, yaitu
sebagai berikut:
1.
. المتواتر : Qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar
periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta.
2.
المشهور : Qira’at yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat
mutawatir dan sesuai dengan kaidah Bahasa Arab juga rasm Utsmani.
3.
الآحد : Qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Utsmani
ataupun kaidan Bahasa Arab (qira’at ini tidak termasuk qira’at yang diamalkan).
4.
الشاذ : Qira’at yang tidak shahih sanadnya, seperti
qira’at مَلَكَ
يَوْمَ الدِّيْنِ , versi lain qira’at yang terdapat
dalam firman Allah, berikut:مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
5.
الموضوع : Qira’at yang tidak ada asalnya.
6.
المدرج : Qira’at yang berfungsi sebagai tafsir atau
penjelas terhadap suatu ayat al-Qur’an.
Makalah Lengkap Qira'ah
Komentar