SHALAT
A. Pengertian Shalat
Asal makna shalat
menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud disini ialah “ibadat yang
tersusun dari beberapa perkataaan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir,
disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.[1]
Shalat adalah suatu ibadah yang
terdiri dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai
dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam disertai dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan. Definisi semacam ini telah disepakati oleh para ulama
ahli fiqih.[2]
Menurut ahli hakekat, shalat adalah
menghadapkan jiwa kepada Allah, yang mana dapat melahirkan rasa takut kepada
Allah serta dapat membangkitkan
kesadaran yang dalam terhadap kebesaran serta kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Sedangkan ahli ma’rifat berpendapat
bahwa shalat adalah menghadap kepada Allah dengan sepenuh jiwa dan
sebenar-benarnya khusuk dihadapan-Nya, serta ikhlas kepada-Nya dengan disertai
hati dalam berzikir, berdoa dan memuji.[3]
Dari penjelasan diatas dapat
dipahami bahwasanya shalat adalah perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan disudahi dengan salam dengan mengikuti syarat-syarat yang telah
ditetapkan yang dilaksanakan dengan sepenuh jiwa semata-mata hanya karena Allah
SWT.
Adapun dalil yang mewajibkan
bagi umat islam untuk melaksanakan shalat sangat banyak sekali, diantaranya
adalah firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 45 yang artinya
“Dan Dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” (QS. Al-Ankabut : 45)
Firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 43 yang artinya :
“Dan Dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”(QS. Al-Baqarah: 43)
B. Rukun Shalat
Rukun shalat ada 13,
sebagai berikut:
1.
Niat
2.
Takbiratul ihram
3.
Berdiri tegak bagi yang
kuasa ketika shalat fardhu. Boleh sambil duduk atau berbaring bagi yang sedang
sakit.
4.
Membaca surat Al-Fatihah
pada tiap-tiap raka’at.
5.
Ruku’ dengan thuma’ninah.
6.
I’tidal dengan thuma’ninah.
7.
Sujud dua kali dengan
thuma’ninah.
8.
Duduk antara dua sujud
dengan thuma’ninah.
9.
Duduk tasyahud akhir.
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat Nabi pada tasyahud akhir.
12. Membaca salam yang pertama.
13. Tertib, berurutan dalam mengerjakan rukun-rukun tersebut.[4]
C. Kemuliaan Shalat
Didalam agama islam,
shalat mempunyai kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadah-ibadah yang lain. Ada banyak kutipan ayat-ayat
Al-Qur’an mengenai keutamaan shalat, diantaranya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 238 yang artinya:
“Peliharalah semua shalat(mu),
dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)
dengan khusyu'.”
(QS. Al-Baqarah : 238)
Firman Allah dalam QS. Thaha ayat 14 yang artinya:
“Sesungguhnya Aku Ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku.”
(QS. Thaha : 14)
Firman Allah dalam QS. Thaha ayat 132 yang artinya:
“Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami
tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat
(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS.
Thaha : 132)
Dengan memperhatikan ayat-ayat
tersebut, dapat dipahami bahwa shalat mempunyai kedudukan tersendiri bahkan
dalam salah satu hadis dijelaskan bahwa shalat adalah tiang agama. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Shalat
adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan
agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama. (H.R.
Baihaqqi)
Shalat merupakan penghubung
antara hamba dengan Tuhannya. Ia merupakan sebesar-besarnya tanda iman dan
seagung-agungnya syiar agama. Shalat merupakan syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada
hambanya. Ia merupakan ibadah yang membuktikan keislaman seseorang. Shalat
adalah ibadah yang sangat mendekatkan hamba kepada khaliqnya. Hal ini
berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi:
اقْرَبُ
مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ لِرَبِّه وَ هُوَ سَا جِدٌ فَأَ كْثرُ وْا فِيْهِ ا الدُّ
عَا ء
Artinya:
“Sedekat-dekat hamba kepada
Tuhannya ialah dikala hamba itu bersujud (didalam shalat). Maka
banyak-banyaklah berdo’a didalam sujud itu.”[5]
D. Sunat-Sunat Shalat
1.
Sunat-sunat sebelum shalat
Hal-hal yang disunatkan sebelum
memasuki shalat ada dua, yaitu:
1)
Adzan.
2)
Iqamat.[6]
2.
Sunat-sunat setelah
memasuki shalat
Hal-hal yang disunatkan setelah
memasuki shalat ada dua, yaitu:
1)
Tahiyyat (tasyahud)
pertama.
2)
Membaca do’a qunut pada
rakaat kedua shalat subuh dan dalam shalat witir yang dikerjakan pada separuh
terakhir bulan Ramadhan.[7]
3.
Sunat Hai’at dalam shalat
Sunat Hai’at dalam shalat ada lima
belas, yaitu:
1)
Mengangkat kedua tangan
ketika takbiratul ihram, ketika ruku’, dan ketika bangun dari ruku’.
2)
Meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri.
3)
Membaca doa tawajjuh.
4)
Membaca do’a ta’awudz (isti’adzah).
5)
Membaca dengan keras
terhadap bacaan yang disunatkan keras, dan membaca dengan pelan terhadap bacaan
yang disunatkan pelan (lirih).
6)
Membaca amin.
7)
Membaca surat setelah
membaca Al-Fatihah.
8)
Bertakbir ketika ruku’,
sujud, dan ketika bangun darinya.
9)
Membaca sami’allahu liman hamidah rabbana walakal
hamdu. Kedua kalimat itu tidak boleh dibacanya dalam sujud dan bangun dari
sujud.
10) Membaca tasbish dalam ruku’.
11) Membaca tasbish dalam sujud.
12) Meletakkan kedua tangan diatas paha ketika duduk dan
membentangkan telapak tangan kiri serta menggenggam tangan kanan selain jari
telunjuk. Sebab ia digunakan untuk menunjuk pada saat membaca tahiyyat.
13) Setia kali duduk dilakukan dengan cara iftirasy (duduk diatas hamparan kaki kiri).
14) Duduk terakhir dengan cara tawaruk.
15) Mengucapkan salam yang kedua.[8]
[1]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung:
PT. Sinar Baru Algesindo, 1998, Cet. ke 32, hal. 53
[2]Hasni Noor dan M. Kamil
Ramma Oensyar, Pengantar Ilmu Fikih untuk
Perguruan Tinggi Umum, Bandung: Mujahid Press, 2013, Cet. ke 1, hal. 21
[3] Ibid., hal. 22
[4]M. Samsuri, Penuntun Shalat Lengkap dengan Kumpulan Do’a-Do’a, Surabaya:
Apollo Lestari, tt, hal. 29.
[5]Hasni Noor dan M. Kamil
Ramma Oensyar, op. cit., hal. 23-25
[6]Mustafa Daib Al-Bigha, Tazhib Kompilasi Hukum Islam Ala Mazhab
Syafi’i, Surabaya: Al-Hidayah, 2008, Cet ke 1, hal. 123
[7]Ibid., hal. 128
[8]Ibid., hal. 131-132
Komentar