Tafsir Surah Ar-Rum Ayat 24
Secara
rinci M. Quraish Shihab didalam bukunya Tafsir
Al-Mishbah menafsirkan Surah Ar-Rum Ayat 24 ini sebagai berikut: (Dan di antara tanda-tanda) kekuasaan-(Nya) adalah (dia
memperlihatkan kepada kamu) dari saat ke saat (kilat) yakni cahaya
yang berkelebat dengan cepat di langit (untuk menimbulkan ketakutan) dalam benak
kamu – apalagi para pelaut, jangan sampai ia menyambar (dan) juga untuk
menimbulkan (harapan) bagi turunnya hujan,
lebih-lebih bagi yang berada didarat (dan
dia menurunkan air) hujan (dari langit) yakni awan, (lalu menghidupkan bumi) yakni tanah (dengannya)
yakni dengan air itu (sesudah matinya) yakni sesudah
kegersangan dan ketandusan tanah dibumi itu.
(Sesungguhnya pada yang demikian)
hebat dan menakjubkan (itu benar-benar
terdapat tanda-tandaI kekuasaan Allah, antara lain menghidupkan kembali
yang telah mati. Tanda-tanda itu diperoleh dan bermanfaat (bagi kaum yang berakal) yakni yang memikirkan dan merenungkannya.[1]
Setelah
memperhatikan tafsiranya, maka dapat disimpulkan bahwasanya surah ar-rum ayat 24 tersebut berbicara tentang salah satu dari tanda kekuasaan dan kebesaran
Allah yaitu “kilat”. Kilat adalah suatu fenomena atau gejala alam yang dapat
disaksikan oleh panca indra dan dapat pula diterangkan secara ilmiah. Kilat
timbul dari bunga api listrik yang terjadi dikala bersatunya listrik positif
yang berada di awan yang mengandung air dengan listrik negatif yang berada di
bumi.[2]
Cahaya
kilat bersinar laksana cemeti yang
memukul diruang angkasa. Sejenak saja sesudah adanya cahaya kilat itu maka akan
kedengaranlah bunyi petir yang sangat
dahsyat yang bisa membinasakan apa saja yang ia sambar. Apabila manusia yang ia
sambar maka ia akan mati terbakar, apabila metal atau logam yang disambar, maka
benda itu akan mencair atau melebur, dan apabila bangunan yang ia sambar, maka
bangunan itu akan hancur dan terbakar.[3]
Kilat
sebagai pertanda akan adanya petir dan turunnya hujan merupakan salah satu
tanda kekuasaan Allah SWT. Kilat mampu menimbulkan rasa takut yang amat sangat
bagi semua orang, karena sesudah kilat biasanya akan di ikuti oleh petir yang
bisa menyambar siapa saja. Akan tetapi, kilat juga bisa mendatangkan suatu
harapan akan datangnya hujan, terutama bagi orang yang daerahnya dilanda
kekeringan. “Dan di antara tanda-tanda-Nya,
Dia memperlihatkan kepada kamu kilat untuk menimbulkan ketakutan dan harapan”.
Dalam
ayat ini, kata “ ﻃﻤﻌﺎ ” yang
berarti “harapan” digunakan untuk menggambarkan sesuatu keinginan yang biasanya
tidak akan mudah diperoleh. Pengunaan kata “ ﻃﻤﻌﺎ ”
disini untuk mengisyaratkan bahwa hujan adalah sesuatu yang berada
diluar kemampuan manusia atau sangat sulit untuk diraihnya.[4] Meskipun
di zaman sekarang para ilmuwan sudah bisa membuat hujan buatan, namun tetap
tidak bisa menandingi kehebatan hujan yang diciptakan oleh Allah SWT.
Sesudah
kilat yang menimbulkan rasa takut dan harapan, kemudian barulah “Dan Dia menurunkan air dari langit, lalu
menghidupkan bumi dengannya sesudah matinya”. Penyebutan turunnya air dari
langit yaitu air hujan sesudah penyebutan datangnya kilat menandakan bahwa
hujan biasanya akan turun sesudah
ataupun berbarengan dengan cahaya kilat.
Dengan
datangnya hujan, maka bumi yang tadinya sudah laksana mati, sebab kering dan tidak
ada air, sampai rumput-rumput pun menjadi layu dan kering, dengan sebab
turunnya air hujan dia pun hidup kembali. Binatang-binatang ternak yang sudah
nyaris mati kehausan pun akan menjadi sehat kembali karena adanya air hujan. Maka
teranglah bahwa air adalah tali pergantungan hidup bagi setiap makhluk hidup
yang ada didunia ini.[5] Dimana
ada air disana ada kehidupan.[6] Allah
pun menegaskan kembali mengenai air yang dengan kuasa-Nya mampu menghidupkan
semua makhluk hidup dalam surah Al-Anbiya' ayat 30 sebagai berikut:
Artinya:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Q.S Al-Anbiya’ : 30)
Sesudah
penjelasan mengenai air yang mampu menghidupkan segalanya, maka ayat ini
diakhiri dengan “Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berakal”. Ayat
ini diakhiri dengan kata “akal”, akal digunakan untuk berpikir dan menyelidik.[7] Akal
adalah pokok utama dari segalanya. Kondisi fisik seseorang yang mengalami
kebutaan, tuli, bisu, ataupun kekurangan lainnya tidak akan mampu menghalangi
seseorang itu untuk meraih atau mencapai sesuatu yang ia inginkan, jika ia bisa
menggunakan akalnya dengan baik.
Dengan
demikian, dalam ayat ini dapat disimpulkan bahwasanya Allah SWT menyuruh
orang-orang yang memiliki akal agar bisa menggunakan akal mereka untuk
memikirkan betapa kuasanya Allah SWT. Dia mampu menciptakan sesuatu hal yang
bisa mendatangkan bencana dan rahmat secara berbarengan hanya dengan ditandai
adanya kilat. “Bencana” dengan adanya petir yang bisa membinasakan apa saja,
“Rahmat” dengan adanya hujan yang bisa menghidupkan apa saja yang sudah hampir
mati didunia ini. Maka sudah sepatutnyalah kita sebagai hamba-Nya jangan pernah
sedikitpun berpaling dari-Nya dan mengingkari kekuasaan-Nya.
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera
Hati, 2009, h. 193-194
[2] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid II,
Jakarta: Lentera Abadi, 2010, h. 487.
[3] Ibid., h. 488
[4] M. Quraisy Shihab, loc.cit.
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka
Panjimus, 1982, h. 71
[6] Kementerian Agama, loc.cit.
[7] Ibid.,
Komentar