KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, Kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, Kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani.
Berbeda
dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan Mogul), Kerajaan Safawi
menyatakan Syiah sebagai mazhab negara.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Syekh Safiuddin ( 1252-1335 M).
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Syekh Safiuddin ( 1252-1335 M).
Syekh
Safiudin berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai
jalan hidupnya. Dari Iman Syiah yang keenam, Musa al Kazim. Syekh Tajuddin
Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid al Gilani.
Safiuddin mendirikan Tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan
sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pada mulanya gerakan tasawuf
Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan
yang mereka sebut “ahli-ahli bidah” .
Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konretnya pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Pada tahun 1459 M Junaid mencoba merebut Sircassia, tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Syirwan. Oleh karena itu kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M.
Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konretnya pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan Koyunlu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Pada tahun 1459 M Junaid mencoba merebut Sircassia, tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Syirwan. Oleh karena itu kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M.
Kemenangan
Alaq Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu membuat gerakan militer Safawi
yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Alaq Koyunlu
dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Safawi adalah sekutu Alaq Koyunlu. Alaq
Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Syirwan sehingga pasukan Haidar
kalan dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Pasukan yang
dipersiapkan itu dinamai Qizilbasy (baret merah).
Kondisi
memprihatinkan ini baru dapat diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik
tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M. langkah-langkah yang
ditempuh oleh Abbas I dalam memulihkan Kerajaan Safawi adalah sebagai berikut:
1. Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qizibasy atas Kerajaan Safawi dengan cara
membentuk pasukan yang baru anggotanya yang terdiri atas budak-budak. Pasukan
ini berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang
telah ada sejak Raja Tahmasp I.
Sejarah
Kerajaan Safawi
Nama kerajaan di Persia (kini Iran),
didirikan oleh Syah Isma’il Safawi (Isma’il I) pada tahun 907 H/1501 M di Tabriz. Kerjaan Safawi
adalah salah satu dari tiga kejaan besar di dunia Islam pada abad pertengahan.
Dua yang lainnya adalah kerjaan Usmani (Ottoman) di Turki dan Kerajaan Mogul di
India. Kerajaan ini di sebelah barat berbaasan dengan kerjaan Usmani dan di
sebelah timur berbatasan dengan India yang pada waktu itu berada dibawah
pemerintahan Kerajaan Mogul.
Kerjaan Safawi
menjadikan aliran Syiah sebagai mazhab resmi negara dan menjadikan persia pusat
aliran ini. Sampai saat ini tanah Persia
(Iran)
merupakan pusat aliran Syiah. Nama kerajaan ini berasal dari seorang Sufi yang
benama Syekh Safiuddin Ardabeli (1252-1334) dari ardabil di Azerbaijan. Ia
belajar dari seorang sufi yang bernama Syekh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301)
Dijilan dekat laut Kaspia. Syekh Syaiuddin di ambil menantu oleh gurunya dan
setelah gurunya wafat ia menggantikan kedudukan gurunya sebagai guru tarikat.
Tarikat ini kemudian
terkenal dengan tarikat Safawiyah yang berpusat di Ardabil. Syekh Safiuddin dikenal
sebagai sufi yang besar dan dianggap keramat oleh para pengikutnya. Di bawah
pimpinannya, tarikat ini berkembang menjadi gerakan keagamaan yang berpengaruh
di Persia, Suriah, dan Anatolia, dan kemudian menjadi gerakan politik seperti
halnya gerakan tarikat Sanusiah di Afrika Utara, tarikat Mahdiyah di Sudan, dan
tarikat Muridiah serta tarikat Naksyabandiyah di Rusia. Jadi kerajaan Safawi
adalah jelmaan dari tarikat Safawiyah yang di usakan oleh Isma’il Safawi dan
para pendahulunya.
Mengenai asal-usul
Syekh Syafiuddin ada dua pendapat. Pertama ia adalah keturunan Musa Al Kazib
(Imam ke 7 Syiah 12), yang berarti keturunan Rasullullah saw dari Fatimah.
Kedua, ia adalah keturunan penduduk asli Iran
dari Kurdistan dan seorang Sunni Mazhab
Syafi’I kemudian menggantinya yang kedua berubah menjadi penganut Syiah.
Menurut beberapa
ahli sejarah (mis. Huser Muins, Alam al-Islam, Dar al Fikr, Mesir), fase
pertama gerakan Safawiyah mempunyai dua corak, yaitu corak Sunni pada masa
kepemimpinan Safiuddin (1301-1334) dan anaknya, Saruddin Musa (1334-1399) serta
corak Syiah pada masa cucu Syafiuddin, Khawaja Ali (1399-1247), dan pada masa
Ibrahim (1427-1447). Pada fase kedua gerakan Safawi berubah bentuk menjadi
gerakan politik pada masa Ibrahim (1447-1460) yang ingin membentuk pemerintahan
sendiri. Pada saat itu di Persia ada dua dinasti bansa Turki yang berkuasa,
yaitu Dinasti Kara Koyunlu (1357-1468) yang dikenal sebagai Black Sheep (Domba
Hitam) yang beraliran Syiah serata berkuasa di bagian timur, dan dinasti Ak Koyunlu
yang terkenal dengan White Sheep (Domba Putih) yang beraliran Sunni yang
berkuasa di bagian barat.
Kegiatan Politik
Safawiyah yang mendapat tekanan dari Dinasti Kara Koyunlu memaksa Junaid
meninggalkan Ardabil dan minta suaka Politik kepada raja Dinasti Ak Koyunlu
yang bernama Uzun Hasan (memerintah 857-882 H/1453-1477 M). persahabatan
keduanya menjadi akrab setelah Uzun Hasan mengawinkan adik perempuannya dengan
Junaid. Selanjutnya, keduanya bersekutu menghapi Dinasti Kara Koyunlu. Namun,
cita-citanya belum tercapai. Dia kemudian digantikan oleh putranya yaitu,
Haidar (w. 1476). Tokoh ini memberikan atribut kepada para pengikutnya berupa
serban merah yang berumbai dua belas yang di sebut Qizilbas (Kepala merah).
Rumbai dua belas ini melambangkan Syiah Dua Belas dan berpengaruh menumbuhkan
fanatisme dan militansi para pengikut Syiah. Tetapi perjuangan mereka ini baru
berhasil pada masa pemerintahan Isma’il Syafawi, Putra Haidar. Selama 5 tahun
(1494-1499) Isma’il dan para pengikutnya menghimpun kekuatan yang besar di
Jilan untuk menaklukkan Ak Koyunlu yang telah berhasil bersekutu dengan
Kakeknya, Junaid. Tetapi persekutuan ini pecah akibat persaingan politik.
Ayahnya, Haidar, mati terbunuh dalam suatu pertempuran di Syirwan. Isma’il dan
pasukan Qizilbasnya berhasil menaklukkan Syirwan, kemudian ia menuju ke wilayah
Ak Koyunlu. Dalam suatu pertempuran yang sengit di Sharur dekat Nakchivan pada
tahun 1501, Isma’il memenangkan pertempuran itu dengan gemilang dan berhasil
memasuki Tabriz ibu kota Dinasti Ak Koyunlu. Pada tahun itu juga
ia dirikan Kerajaan Safawi dan memproklamasikan dirinya sebagai raja, sebagai
pimpinan Rohani, dengan kata lain pimpinan politik. Bahkan dirinya sendiri
dianggap sebagai manifestasi Tuhan.
Diantara
sultan-sultan besar dari kerajaan Safawi, selain dari Syah Isma’il Safawi
(1501-1524), adalah Syah Tahmasp I (1524-1576) dan Syah Abbas (1585-1628), raja
yang dianggap berjasa membawa Kerajaan Safawi mencapai puncak kemajuan dan
kerajaan. Karena dengan kekuatan militernya kerajaan ini menguasai seluruh
daerah dalam suatu pertempuran ia dapat menguasai Kepulauan Hormuz dari tangan
orang Portugis dan nama pelabuhan orang Gumron diubah menjadi pelabuhan Bandar
Abbas (sampai sekarang). Syah Abbas memindahkan ibu kota kerajaan dari Qizwan ke
Isfahan. Setelah Syah Abbas, tidak ada lagi raja-raja Safawi yang kuat karena
terjadinya perebutan kekuasaan sehingga kerajaan menjadi lemah, dan akhirnya
kerajaan dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah (1736-1747), kepala salah satu suku
bangsa Turki yang terdapat di Persia.
Kemajuan
Kerajaan Safawi
Kemajuan
yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di bidang
yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu
antara lain.
1. Bidang
Ekonomi
Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada
masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi,
lebih-lebih setelah Kepulauan Hurmuz dikuasai dan Pelabuhan Gumrun diubah
menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur
dagang laut antar Timur dan Barat yang biasa diperebutkan Belanda, Inggris, dan
Perancis sepenuhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.
Disamping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent)
Disamping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent)
2. Bidang Ilmu
Pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal
sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan
Safawi tradisi keilmuwan ini terus berlanjut.
3. Bidang
Pembangunan Fisik dan Seni
Pada penguasa kerajaan ini telah berhasil
menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota
tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah, seperti masjid-masjid,
rumah sakit-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud,
dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata
yang ditata secara apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid,
48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian umu.
Di bidang seni, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada masjid Syah yang dibangun pada tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, serta benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad.
Di bidang seni, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada masjid Syah yang dibangun pada tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, serta benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad.
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai
oleh kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun.
Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga
kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang
politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam di masa
klasik, kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradaban Islam
melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan
seni, dan gedung-gedung bersejarah.
Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Diantara sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan
kerajaan Usmani. Agi kerajaan Usmani, berdirinya kerjaan Safawi yang beraliran
Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara
dua kerajaan tersebut berlangsugn lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika
perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namu tak lama kemudian Abbas meneruskan
konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian
antara kedua kerajaan besar Islam itu.
Penyebab lainnya
adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Ini
turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping
pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya
selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan.
Begitu juga sultan Husein.
Penyebab penting
lainnnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh
Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.
Hal ini disebabkan kerena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan
tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash.
Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru tidak memiliki militansi dan
semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting
dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi konflik internal dalam bentuk
perebutan kekuasaan di kalangan keluaraga istana.
Komentar