Teori Belajar dalam Pembelajaran PAI
Berikut ini adalah beberapa teori belajar dalam pembelajaran PAI:
1)
Teori
Fitrah
Dalam pandangan agama Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu
disebut dengan fitrah, kata yang berasal dari fathara, dalam pengertian etimologis
mengandung arti kejadian. Kata fitrah disebutkan dalam al-Qur'an surah Ar-Ruum ayat 30 yang artinya:
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”
Di samping itu terdapat hadis Rasulullah saw.:
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَا مِنْ مَوْلُدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَ يُنَضِّرَانِهِ وَ يُمَجِّسَنِهِ( رواه مسلم )
Dari Abi Hurairah r.a berkata: Rasulallah saw. telah bersabda: setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau musyrik. (HR Ahmad).
Contohnya:
Seorang anak didik sudah mempunyai
bakat suara yang indah ketika ia dilahirkan, dengan bakat yang sudah ada pada
dirinya ia mampu melantunkan Al-Qur’an dengan suara yang merdu dan indah.
2)
Teori
Behaviorisme
Behaviorisme
merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme
memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Teori kaum
behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar.
Beberapa teori yang
termasuk kategori aliran behaviorisme adalah koneksionisme (Thorndike),
pembiasaan klasik (classical conditioning), pembiasaan perilaku respons
(operant conditioning) dan Social Learning.
Contohnya:
Seorang anak didik dilahirkan tidak mempunyai kemampuan dalam
membaca tulis Al-Qur’an, tapi setelah ia belajar dengan sungguh-sungguh
kemudian ia mampu membaca dan menulis ayat Al-Qur’an. Kemampuannya dalam
membaca tulis Al-Qur’an inilah yang disebut dengan hasil belajar.
3)
Teori
Psikologi Daya
Para ahli psikologi, kata daya identik dengan raga atau jasmani.
Raga atau jasmani mempunyai tenaga atau daya, maka jiwa juga dianggap memiliki
daya, seperti; daya untuk mengenal, mengingat, berkhayal, berpikir, merasakan,
daya menghendaki, dan sebagainya. Sebagaimana daya jasmani dapat diperkuat
dengan jalan melatihnya yaitu mengerjakan sesuatu dengan berulang-ulang, maka
daya jiwa dapat diperkuat dengan jalan melatihnya secara berulang-ulang pula.
Contohnya:
Seorang anak didik dilatih
untuk menghafal al-Qur’an, dengan jalan selalu membaca berulang-ulang dan
kemudian menghafalnya maka akhirnya ia dapat menghafal Al-Qur;an. Dengan
berhasil menghafal Al-Qur’an maka dapat dipahami bahwa ia mempunyai daya
didalam menghafal Al-Qur’an.
4)
Teori
Gestalt
Psikologi muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan
tokoh-tokohnya seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Teori
ini berpendapat, bahwa belajar adalah bukan mengulangi hal-hal yang harus
dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight atau pengertian yang
mendalam. Belajar menurut pandangan ini akan semakin efektif jika materi yang
akan dipelajari itu mengandung makna, yaitu jika disusun dan disajikan dengan
cara memberi kemungkinan peserta didik untuk mengerti apa-apa yang sebelumnya,
dan menganalisis hubungan satu dengan yang lain.
Contohnya:
Seorang anak didik ketika
belajar mengenai satu hadist dari Rasulullah, ia tidak sekedar membaca
hadistnya dan mengetahui artinya, tapi ia juga berusaha memahami dan mencari
tahu makna hadist tersebut serta jalan cerita turunnya hadist tersebut.
Komentar