AL-QOWAIDUL KHAMSAH


            Ilmu yang berhubungan dengan ilmu fikih adalah: ushul fikih, qawaidul fikhiyah, muqaranatu al-mazahib, falsafah hukum Islam. Kaidah-kaidah fikhiyah sangat dibutuhkan dalam melakukan istimbath hukum (pengambilan dan penetapan hukum) karena kaidah-kaidah hukum itu merupakan instrumen dalam menetapkan hukum. Apabila diibaratkan dengan sebuah mesin maka kedudukan kaidah hukum itu sebagai onderdil-onderdilnya.
            Seseorang tidak akan bisa menetapkan hukum terhadap suatu problem dengan baik, apabila dia tidak mengetahui kaidah-kaidah fikhiyah. Fikih itu terbangun dari lima kaidah, yang akan diuraikan berikut ini :

1.    SEGALA SESUATU TERGANTUNG TUJUANNYA 


    Dasar Hukum kaidah ini adalah :  

artinya Sahnya perbuatan tergantung pada niatnya.


penjelasan :

  • Hadits  diriwayatkan dari orang-orang yang dipercaya seperti Umar bin Khattab dan ALi bin Abi Thalib. Sahnya perbuatan tergantung pada niatnya. Perbuatan yang dimaksud adalah segala bentuk aktifitas baik berupa ucapan maupun gerak tubuh kita.
  • Ulama membahas niat dari tujuh bagian yaitu hakikat, hukum, tempat, waktu tata cara, syarat dan tujuan niat. Maksud niat adalah untuk membedakan ibadah dari adat yang serupa dengannya. Begitu juga fungsi niat untuk membedakan antara satu bentuk ibadah dengan ibadah lainnya.Secara garis besar maksud dan tujuan niat ada dua:

1)    Untuk membedakan antara ibadah dan adat, contohnya:

a.  Wudhu dan mandi jinabat, karena dalam ibadah tersebut terdapat aktifitas yang sama dengan kebiasaan (adat) seperti membersihkan badan dan mencari kesegaran, maka niat disyari’atkan untuk membedakan keduanya.

b.  Puasa, karena dalam ibadah tersebut terdapat aktifitas sama dengan orang yang tidak makan dan minum karena tidak memiliki makanan atau minuman, tidak selera, sedang sakit. Maka niat disyari’atkan untuk membedakan keduanya.

2)    membedakan tingkatan ibadah wajib atau sunnah. Maksud menentukan adalah menyebutkan dhuhur, atau ashar. Karena antara shalat dhuhur dan ashar sama dalam segala sisi, maka untuk membedakannya harus ada niat penentu nama shalat tersebut. Begitu pula shalat sunnah rawatib, wajib ditentukan dengan sandaran pada dhuhur atau ashar misalnya, serta harus ada penyebutan qabliyah atau ba’diyah.

  

2.   KEYAKINAN TIDAK BISA DIHILANGKAN DENGAN SEBAB KERAGUAN
 

PENJELASAN :

 

a.    Kaidah baqa’ ma kana ‘ala ma kana (keadaan yang ada menetapi keadaan sebelumnya). Maknanya hukum yang berlaku sebelumnya tetap berlaku sebelum datang hukum yang baru, seperti: Orang yang meyakini dirinya suci (punya wudhu), lalu ragu apakah berhadas (semisal kentut) atau tidak, maka dihukumi suci.

b.    Kaidah bara’ah adz-dzimmah (bebas dari menanggung hak-hak orang lain ketika hak-hak tersebut tidak menjadi tanggungan seseorang). Berdasarkan kaidah ini, satu orang saksi saja tidak bisa menjadi dasar penetapan seseorang harus menanggung hak-hak orang lain, selama tidak ada bukti pendukung lain atau sumpah dari pihak penuntut.

c.    Kaidah man syakka hal fa’ala syai’an am la, fal ashl annahu lam yaf’alhu (orang yang ragu, apakah telah melakukan sesuatu atau belum, maka hukum asalnya adalah sungguh ia belum melakukannya). Contohnya, orang yang ragu apakah telah meninggalkan atau melakukan qunut, maka dianjurkan melakukan sujud sahwi.

d.  Kaidah al-ashl al-adam (hukum asal pada hak adami adalah tidak ada ketetapan atau tanggungan kepada orang lain). Contohnya, ketika Rusdi telah ditetapkan mempunyai hutang kepada Ahmad, kemudian Rusdi menyatakan telah melunasi atau telah dibebaskan hutangnya oleh Ahmad. Menurut hukum dalam kasus ini yang dibenarkan adalah ucapan Ahmad, sebab hukum asalnya tidak ada pelunasan dan pembebasan.

e.  Kaidah al-ashl fi kulli hadis taqdiruh bi aqrab zaman (hukum asal setiap perkara yang baru datang adalah mengira-ngirakannya terjadi pada waktu yang paling dekat. Contohnya, seseorang melihat sperma di pakaiannya, namun dia tidak ingat bahwa telah mimpi bersetubuh, maka ia wajib mandi besar menurut pendapat yang shahih. Ia juga berkewajiban mengulangi shalat yang dikerjakan setelah tidur terakhir. Karena tidur terakhir 


3.      KESULITAN MENUNTUT KEMUDAHAN



 

 


Dasar pengambilan kaidah ini adalah QS al-Baqarah 185:

 

ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

 

PENJELASAN :

1)      Sebab-sebab rukhsah (kemudahan) ada tujuh yaitu:

a.       Safar (bepergian). Contohnya :

·         Ketika dalam  perjalanan jauh yaitu qashar shalat, tidak puasa dan mengusap muzah lebih dari sehari semalam.

·         meninggalkan shalat jum’at dan memakan bangkai.

·          menjama’ shalat.

·         shalat sunah di atas kendaraan dan gugurnya shalat fardhu dengan thaharah tayammum.

b.      Sakit. Contohnya :

·         Tayammum ketika khawatir apabila menggunakan air akan menambah para sakitnya.

·         Duduk atau tidur dalam shalat fardhu.

·         Tidak berjamaah, dan masih mendapatkan pahala jamaah.

·         Tidak puasa pada bulan Ramadhan.

·         Mengkonsumsi barang najis

c.       Ikrah (keterpaksaan)

d.      Nisyan (lupa)

e.       Jahl (ketidaktahuan).

f.       Usr (kesulitan).

g.      Naqshu (sifat kurang).



4.      BAHAYA HARUS DICEGAH 

Dasar pengambilan kaidah ini adalah hadits Nabi Saw. :

Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.


Hadis ini mengisyaratkan, sesungguhnya Islam melarang tindakan membahayakan diri sendiri terkait jiwa atau harta, ataupun membahayakan orang lain. Begitu pula tidak boleh melakukan tidakan yang membahayakan orang lain meskipun sebagai pembalasan kepada orang lain yang membahayakan atau merugikan diri kita. Kaidah ini menjadikan landasan berbagai macam hukum fikih. Diantaranya kebolehan mengembalikan barang yang sudah dibeli karena ada cacatnya yang merugikan pembeli.


5.  KEBIASAAN BISA DIJADIKAN SEBAGAI HUKUM

Dasar pengambilan kaidah ini adalah hadis nabi :
 
artinya : Apa yang dilihat (dianggap) baik oleh seorang muslim, maka menurut Allah
Swt. adalah baik.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUMBER HUKUM ISLAM YANG MUTTAFAQ DAN MUKHTALAF

JINAYAH DAN HIKMAHNYA