AKAD (TRANSAKSI)
1. DALIL
Dalil yang mendasari legalitas akad adalah firman Allah Swt. QS. Al-Māidah
(5) : 1
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ أُحِلَّتۡ لَكُم بَهِيمَةُ
ٱلۡأَنۡعَٰمِ إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ غَيۡرَ مُحِلِّي ٱلصَّيۡدِ وَأَنتُمۡ
حُرُمٌۗ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ مَا يُرِيدُ
١
1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.
2.
DEFINISI
Secara bahasa
akad adalah hubungan antara beberapa hal. Secara istilah akad memiliki dua
makna, yakni makna umum dan makna khusus. Definisi akad secara umum adalah
rencana seseorang untuk mengerjakan sesuatu, baik atas dasar keinginan tunggal
(satu orang) seperti akad wakaf dan talak, atau butuh dua keinginan (dua orang)
untuk mewujudkannya seperti akad jual beli dan akad perwakilan. Adapun definisi
akad secara khusus adalah ījāb dan qabūl dengan cara yang dilegalkan syariat dan berkonsekuensi
terhadap barang yang menjadi obyek akad. Sehingga mengecualikan cara yang tidak
dilegalkan syariat seperti
3.
MACAM-MACAM AKAD
a. Macam-macam akad berdasarkan
obyek akad ada dua:
1)
‘Aqdun
Māliyyun
Yaitu akad
yang tejadi pada obyek akad berupa harta, baik kepemilikannya dengan sistem
timbal balik seperti akad bai’ (jual beli),
atau tanpa timbal balik seperti akad hibah (pemberian) dan akad qorḍ (utang-piutang).
2)
‘Aqdun
Gairu Māliyyin
Yaitu akad
yang obyek akadnya tidak berupa harta seperti akad wakālah (perwakilan).
b. Macam –macam akad berdasarkan
boleh digagalkan atau tidak ada dua:
1) Akad Lāzim
Yaitu akad yang tidak boleh digagalkan secara sepihak
tanpa ada sebab yang menuntut untuk menggagalkan akad seperti ada cacat dalam
obyek akad. Akad lāzim tidak
bisa batal sebab meninggalnya salah satu atau kedua pelaku akad. Seperti akad ijārah (persewaan) dan akad hibah (pemberian) setelah
barang diterima mauhūb lah (pihak
penerima).
2) Akad Jā’iz
Yaitu akad yang boleh digagalkan oleh pelaku akad.
Seperti akad wakālah (transaksi
perwakilan) atau akad wadī’ah (transaksi
penitipan barang). Akad jā’iz berbeda
dengan akad lāzim, yakni jika
salah satu pelaku akad meninggal maka berkonsekuensi membatalkan akad.
b. Macam-macam akad berdasarkan
adanya imbalan atau tidak ada dua:
1)
Akad Mu’āwaḍah
Yaitu akad
yang didalamnya terdapat imbalan (‘iwaḍ) baik dari satu pihak atau kedua belah pihak. Seperti
akad bai’ (transaksi jual beli), dan akad ijārah (transaksi persewaan.
2)
Akad Tabarru’
Yaitu akad yang didalamnya tidak terdapat imbalan (‘iwaḍ). Seperti akad hibah (transaksi pemberian). Akad tabarru’ ada lima:
a) Wasiat
b) ‘Itqun (memerdekakan
budak)
c) Hibah (pemberian)
d) Wakaf
e) Ibāḥaḥ (perizinan
untuk menggunakan barang). Seperti perizinan untuk meminum susu kambing kepada
fakir miskin. Maka pihak yang mendapatkan izin tidak berhak mentasarufkan layaknya
pemilik barang. Hanya boleh sebatas meminum, tidak boleh memberikan atau
menjual pada orang lain.
c.
Macam-macam akad berdasarkan terpenuhi rukun dan
tidaknya terbagi menjadi dua:
1)
Akad
Ṣaḥīḥ
Yaitu akad yang
terpenuhi semua rukun dan syaratnya.
2)
Akad Fāsid
Yaitu akad yang tidak
terpenuhi semua rukun dan syaratnya.
d.
Macam-macam akad berdasarkan adanya batas
waktu yang ditentukan atau tidak terbagi menjadi dua:
1)
Akad Mu’aqqat
Yaitu akad yang disyaratkan harus ada penyebutan batas
waktu. Seperti akad ijārah (transaksi persewaan) dan akad musāqāh (transaksi
pengairan).
2)
Akad Muṭlaq
Yaitu
akad yang tidak diharuskan ada penyebutan batas waktu. Seperti akad nikah dan
akad wakaf.
Komentar