ZINA - Fiqh Semester 1 Kelas XI



A.         Zina
1.   Pengertian dan hukum zina
            Secara bahasa zina adalah perbuatan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan yang mendatangkan syahwat, dalam persetubuhan yang haram, yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan yang sah.
            Maksud dari perempuan yang mendatangkan syahwat adalah seorang yang berjenis kelamin perempuan baik yang dewasa (baligh) ataupun yang masih kecil. Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa persetubuhan dengan hewan ataupun mayat tidak bisa dikategorikan zina. Pelaku tindak keji tersebut tidak terkena had. Walaupun demikian, hakim atau penguasa berhak men-ta’zir (menghukumnya dengan pertimbangan maslahat) hingga ia jera dan menyadari bahwa perbuatan menyetubuhi hewan ataupun mayat adalah tindakan haram yang harus dihindari.
            Adapun maksud dari persetubuhan yang haram menurut zat perbuatannya adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri (hubungan seksual di luar pernikahan atau perkawinan yang sah).Sedangkan maksud dari “bukan karena syubhat” adalah perzinaan yang terjadi bukan karena seorang laki-laki mengira bahwa wanita yang ia setubuhi adalah pasangan yang sah untuknya, seperti istrinya. Jika seorang laki-laki menyetubuhi seorang wanita yang ia kira adalah istrinya, maka had tidak dikenakan untuknya.
            Para ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram dan termasuk salah satu bentuk dosa besar.
2.      Dasar Hukum Dilarang Zina
Allah swt. Berfirman :
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32)
Dalam hadits, Nabi juga mengharamkan zina seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
سَأَلْتُ رَسُوْل اللّه اَيُّ الذَّنْبِ اَعْظَمُ ؟ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ, قُلْتُ : أَيُّ ؟ قَالَ :  أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ , قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ
“Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Dosa apakah yang paling besar ? Beliau menjawab : Engkau menjadikan tandingan atau sekutu bagi Allah , padahal Allah Azza wa Jalla telah menciptakanmu. Aku bertanya lagi : “Kemudian apa?” Beliau menjawab: Membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu.” Aku bertanya lagi : Kemudian apa ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lagi: Kamu berzina dengan istri tetanggamu”.(H.R. Bukhari Muslim)
Sejak dahulu hingga sekarang, kaum muslimin sepakat bahwa perbuatan zina itu haram. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata : Saya tidak tahu ada dosa yang lebih besar dari zina (selain) pembunuhan.
3.      Dasar Penetapan Adanya Perbuatan Zina
Berikut dasar-dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan bahwa seseorang telah benar-benar berbuat zina:
a.      Adanya empat orang saksi laki-laki yang adil. Kesaksian mereka harus sama dalam hal tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya.
b.      Pengakuan pelaku zina
Sebagian ulama berpendapat bahwa kehamilan perempuan tanpa suami dapat dijadikan dasar penetapan perbuatan zina. Akan tetapi Jumhur Ulama’ berpendapat sebaliknya. Kehamilan saja tanpa pengakuan atau kesaksian orang yang adil tidak dapat dijadikan dasar penetapan zina.
4.      Macam-Macam Zina
Dalam kajian Fikih, zina dapat dibedakan menjadi dua, pertama: zina mukhshan, dan kedua: zina ghairu mukhshan.
a.      Zina Mukhshan yaitu perbuatan zina yang dilakukan oleh seorang yang sudah menikah. Ungkapan “seorang yang sudah menikah” mencakup suami, istri, janda, atau duda.
b.      Zina Ghairu Mukhshan yaitu zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum pernah menikah.
5.      Hukuman Bagi Pelaku Zina
             Pelaku zina ada yang berstatus telah menikah (al-Muhshân) dan ada pula yang belum menikah (al-Bikr). Keduanya memiliki hukuman berbeda.
            Hukuman pezina diawal Islam berupa kurungan bagi yang telah menikah dan ucapan kasar dan penghinaan kepada pezina yang belum menikah (al-Bikr). Allah Azza wa Jalla berfirman : ” Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. [an-Nisâ`/ 4:15-16].Kemudian sanksi itu diganti menjadi sebagai berikut :
a.      Zina Mukhsan
            Hukuman yang diberlakukan kepada pezina mukhshan adalah rajam.Teknis penerapan hukuman rajam yaitu, pelaku zina mukhshan dilempari batu yang berukuran sedang hingga benar-benar mati. Batu yang digunakan tidak boleh terlalu kecil sehingga memperlama proses kematian dan hukuman. Sebagaimana juga tidak dibolehkan merajam dengan batu besar hingga menyebabkan kematian seketika yang dengan itu tujuan “memberikan pelajaran” kepada pezina mukhshon tidak tercapai.
b.      Zina Ghairu Mukhsan
            Para ahli ϐikih sepakat bahwa had (hukuman) bagi pezina ghairu mukhshan baik laki-laki ataupun perempuan adalah cambukan sebanyak 100 kali.
Adapun hukuman pengasingan (taghrib/nafyun) para ahli ϐikih berselisih pendapat.
·         Imam Syafi’i dan imam Ahmad berpendapat bahwa hukuman bagi pezina ghairu mukhshan adalah cambuk sebanyak 100 kali dan pengasingan selama 1 tahun.
·         Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman bagi pezina ghairu mukhshan hanya cambuk sebanyak 100 kali. Pengasingan menurut Abu Hanifah hanyalah hukuman tambahan yang kebijakan sepenuhnya dipasrahkan kepada hakim. Jika hakim memutuskan hukuman tambahan tersebut kepada pezina ghairu mukhshan, maka pengasingan masuk dalam kategori ta’zir bukan had.
·         Imam Malik dan Imam Auza’i berpendapat bahwa had bagi pezina laki- laki merdeka ghairu mukhshan adalah cambukan sebanyak 100 kali dan pengasingan selama 1 tahun. Adapun pezina perempuan merdeka ghairu mukhshan hadnya hanya cambukan 100 kali. Ia tidak diasingkan karena wanita adalah aurat dan kemungkinan ia dilecehkan di luar wilayahnya.
Dalil yang menegaskan bahwa pezina ghairu mukhshan dikenai had berupa cambuk 100 kali dan pengasingan adalah Firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2.
            Hukuman bagi pelaku zina tersebut dapat dijatuhkan kepada pelakunya dengan syarat :
a.      Pelaku zina sudah baligh dan berakal.
b.      Perbuatan zina dilakukan tanpa paksaan.
c.       Pelaku zina mengetahui konsekuensi dari perbuatan zina.
d.      Telah diyakini secara syara’ bahwa pelaku tindak zina benar-benar melakukan perbuatan keji tersebut.


Pembuat : Aldi Kelas XI



Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL-QOWAIDUL KHAMSAH

SUMBER HUKUM ISLAM YANG MUTTAFAQ DAN MUKHTALAF

KAIDAH AMAR DAN NAHI